Thaharah [Bersuci], Macam- macam air dalam Islam
Setiap umat manusia yang akan menjalankan ibadah Shalat harus mensucikan diri baik dari hadast kecil maupun dari hadast besar, karena shalat seseorang tidak akan diterima atau tidak akan sah bila tidak bersuci. Dalam hadist riwayat Muslim (224), At-Tirmidzi (1), An-Nasa’I (139), Abu Dawud (59), dan Ibnu Majah (273) Rasulullah Muhammad SAW bersabda
Allah tidak menerima shalat yang dilakukan tanpa bersuci
Hadist tersebut memberikan tuntunan nyata bahwa bersuci harus dilakukan umat islam sebelum menunaikan ibadah shalat supaya Allah menerima shalat seorang umat. Jika dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari dapat kita analogikan bahwa bersuci sebelum shalat sama halnya dalam dunia mencari kerja saat kita akan menghadap calon atasan untuk sebuah peristiwa penting. Tentunya kita akan mempersiapkan segala sesuatu sematang mungkin, mulai dari menjaga kebersihan badan, kerapian pakaian, serta enjaga penampilan tubuh. Untuk hal seperti itu saja kita harus mempunyai persiapan apalagi untuk menghadap Allah Sang pencipta. Semoga analogi dari penulis bisa diterima, jika tidak mohon kritik dan saran dari pembaca. Karena kita paham bahwa sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam kita harus mempunyai dasar dan dalil.
Thaharah (bersuci) dapat dilakukan dengan cara menggunakan dua cara atau dua alat penyuci, yaitu air atau debu. Untuk pemakaian debu sebagai alat penyuci hanya boleh dilakukan dalam keadaan tertentu saja yaitu jika keadaan tidak air bersih lagi suci.
Selanjutnya kita akan membahas tentang macam air dalam islam, dalam Islam air terbagi dari dua macam yaitu:
1. Air suci.
Air suci adalah air yang tetap pada keadaan awal penciptaannya yaitu semua air yang bersumber dari dalam tanah atau yang turun dari langit. Kalau dikaitkan secara ilmiah pernyataan tersebut memberi isyarat bahwa air yang suci itu adalah air yang mengandung unsur H2O tanpa terkontaminasi oleh senyawa lain yang bersifat najis, hal tersebut dapat kita pahami dari kalimat “air yang tetap pada keadaan awal penciptaannya.
Allah berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 11,
“dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu”.
Ayat tersebut mempertegas bahwa air hujan pada hakikatnya adalah air yang suci. Air hujan ini selanjutnya akan jatuh ke bumi dan mengalir sehingga kita mengenal dengan adanya air sungai, salju, embun dan air sumur. Air hujan ini akan tetap suci walaupun sudah menggenang dalam waktu yang lama selama masih bercampur dengan senyawa yang suci pula.
Selanjutnya berkaitan dengan air laut, air laut itu suci, halal bangkainya. Hal ini disebutkan dalam sabda Nabi SAW riwayat Ahmad (2/237), Abu Dawud (83), At-Tirmidzi (69), An-Nasa’I (1/176), Ibnu Majah (386), dan selain mereka dengan sanad yang sahih menyatakan bahwa Nabi bersabda
“Laut itu suci airnya, halal bangkainya”.
Jadi dapat kita simpulkan analisanya bahwa air laut dan mahkluk hidup yang ada dilaut halal untuk dikonsumsi.
Dari penjelasan dari atas bahwa air yang berjenis-jenis tersebut adalah air yang suci dalam dzatnya dan dapat menghilangkan hadast besar dan hadast kecil sehingga melenyapkan najis.
Bagaimana jika air suci tercampuri oleh sesuatu dzat?
Dalam kasus seperti ini, jika air yang suci bercampur dengan sesuatu zat yang suci sehingga mengubah sedikit sifatnya, maka air tersebut tetap suci selagi masih bisa dikategorikan sebagai air. Sebagai contoh kita mempunyai air teh yang tersisa dari kedatangan tam uke Rumah kita, maka kita memasukkan air teh tersebut kedalam bak mandi yang hampir penuh terisi, maka air dalam bak mandi tersebut masih suci karena hanya mengubah seidikit sifatnya.
Pada hadist Ummu Hani’ riwayat An-Nasa’i (240), Ibnu Majah (387), dengan sanad yang shahih
“Bahwasanya Rasulullah SAW mandi Bersama Maimunah dari satu bejana, pada sebuah baskom besar yang terdapat tepung didalamnya”.
Hadist tersebut menjelaskan bahwa Air suci yang tercampur dengan zat lain sehingga merubah sedikit sifatnya tetap suci.
Tapi jika air yang suci tersebut dicampur dengan benda yang dapat merubah sifatnya dan sebutannya sebagai air, maka air tersebut tidak dapat digunakan untuk bersuci. Sebagai contoh bila air dicampur dengan susu hingga pekat, sehimgga bernama air susu, maka air susu tersebut tidak bisa digunakan untuk bersuci.
2. Air najis.
Air najis yaitu air yang bercampur dengan najis. Najis tersebut haram hukumnya digunakan untuk bersuci. Air yang bercampur dengan najis tersebut akan merubah sifatnya untuk mensucikan.
Peristiwa yang berhubungan dengan hukum air
1. Air akan tetap dikatakan suci walaupun air tersebut jatuh dari anggota wudhu, air tersebut boleh digunakan bersuci untuk kedua kalinya asalkan bau, warna, atau rasanya tidak berubah. Dalam Al-Bukhari 189 menyatakan bahwa “dahulu para sahabat Rasulullah SAW berebut air yang jatuh dari air wudhu Nabi.
2. Dalam hal keragu-raguan menentukan kesucian air, harus dilandaskan pada keyakinan dan kepastian bahwa air tersebut memang sudah terkena najis sehingga tidak suci lagi. Sebagai contoh kita dengan pasti mengetahui bahwa air tersebut telah dimasuki oleh bulu babi atau semacamnya, maka air tersebut bisa tidak digunakan. Tapi jika kita ragu-ragu dengan suatu ketidakpastian, maka sikap ragu-ragu tersebut tidak menghalangi air tersebut bisa digunakan, dengan arti kata air tersebut bisa digunakan untuk bersuci.
Demikianlah pembahasan tentang macam-macam air, penulis mendasarkan postingan ini melalui rujukan buku karya Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim dengan judul Fiqus Sunnah Lin Nisa, panduan fiqih bagi wanita. Semoga bermanfaat dan ikuti terus Blog terus berjuang, In Sya Allah setiap hari akan update pembahasan buku ini.
Posting Komentar untuk "Thaharah [Bersuci], Macam- macam air dalam Islam"
Posting Komentar